THOUSANDS OF FREE BLOGGER TEMPLATES

Plato Vs Alkitab mengenai Natur Manusia

Oleh Kartika Nugraha dan Theresia Yenita

Dalam teorinya, Plato mengatakan bahwa manusia terbagi atas dua bagian yaitu tubuh atau body dan jiwa atau spirit. Plato menganggap bahwa tubuh adalah hal yang jahat sedangkan jiwa adalah hal yang baik dan sempurna (modul philosophy). Konsep tentang manusia yang dikemukakan plato ini dikenal dengan konsep dualisme. Konsep dualisme yang dikemukakan oleh Plato ini, menganggap bahwa dua bagian dari manusia itu merupakan hal yang berjalan sejajar tetapi tidak pernah bersatu membentuk satu kesatuan yang utuh dari manusia. Hal ini seperti yang diungkapkan oleh Berkhof tentang filsafat Yunani berikut, “…manusia terdiri dari dua elemen berbeda yang masing-masing bergerak sepanjang garis sejajar tetapi tidaklah sungguh-sungguh bersatu membentuk satu organisme” (2006. Hal 26). Ajaran ini bertentangan dengan Alkitab.
Penjelasan yang ada sampai sekarang tentang natur manusia dalam Alkitab jelas dikotomis (Louis berkhof. 2006. Hal 26). Pandangan dikotomis adalah pandangan yang mengatakan bahwa tubuh manusia terdiri dari tubuh dan jiwa (Louis Berkhof. 2006. Hal 23). Namun konsep dikotomis yang dikemukakan Alkitab bukanlah mengacu kepada pemisahan antara tubuh dan jiwa. Konsep dikotomis yang dikemukakan oleh Alkitab tetap menganggap manusia sebagai satu kesatuan yang utuh.
Membahas mengenai tubuh yang jahat dan jiwa yang baik dan sempurna, membuat kita berpikir tentang keberdosaan manusia. Berdasarkan penjelasan mengenai kejahatan tubuh dan kesempurnaan jiwa, maka Plato juga secara tidak langsung mengatakan bahwa yang berdosa adalah tubuh, sedangkan jiwa tidak pernah berdosa. Padahal Alkitab mengajarkan bahwa manusia secara utuh berdosa. “Yang berdosa adalah manusianya, bukan jiwanya; yang mati adalah manusia, bukan tubuhnya dan juga bukan hanya jiwa saja yang tetapi manusia itu baik tubuh maupun jiwanya yang ditebus dalam Kristus” (Louis berkhof. 2006. Hal 26). Jadi Alkitab menjelaskan bahwa manusia secara utuh itulah yang jahat dan tidak sempurna. Sehingga Kristus menebus dosa-dosa manusia.
Berkenaan dengan paham dualisme yang dianut oleh Plato tersebut, Plato juga mengatakan bahwa jiwa sudah lebih dulu ada sebelum tubuh. Paham ini disebut paham praeksistensi. “Dalam paham praeksistensi, jiwa – jiwa manusia ada dalam keadaan yang sudah terlebih dahulu terbentuk dan keadaan jiwa - jiwa itu dalam keadaan tersebut memengaruhi keadaaan jiwa pada saat kemudian” (Louis berkhof, 2006. Hal 25). Bagaimana keadaan jiwa itu ketika pertama kali dibentuk akan memengaruhi keadaan jiwa itu ketika sudah mendapatkan tubuh sebagai tempatnya. Dalam hal ini, Plato menganggap bahwa jiwa terperangkap ke dalam tubuh, sehingga jiwa selalu ingin melepaskan diri dari tubuh. Hal ini bertentangan dengan iman Kristen, karena Allah tidak menciptakan tubuh sebagai tempat untuk memerangkap jiwa. Allah menciptakan kita seperti gambar dan rupaNya. Dia tidak menciptakan jiwa kita terlebih dahulu, kemudian ketika ada tempat bagi jiwa itu untuk masuk, Allah memasukkannya. Jika hal itu terjadi, pastinya kita masih akan mengingat kejadian ataupun suasana ketika jiwa kita belum mendapatkan tubuh sebagai “perangkap”. Padahal pada kenyataanya, ketika kita lahir, kita tidak mengingat apapun tentang keadaan sebelum kita dilahirkan. Selain itu, kalau seandainya jiwa sudah dibentuk lebih dahulu, pastinya ketika kita lahir, yang merupakan bayi hanya tubuh kita, namun jiwa kita merupakan bagian yang sudah dewasa, karena sudah diciptakan lebih dahulu. Jiwa tidak mungkin terjadi dengan cara demikian, karena jika hal demikian terjadi, untuk apa Ia mengutus PutraNya yang tunggal datang ke dunia untuk menebus kita. Dalam Yohanes 3:16 dikatakan bahwa, “karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia mengaruniakan PutraNya yang tunggal untuk menebus dosa kita”. Allah tidak perlu merepotkan Diri menghukum jiwa manusia yang dianggap sempurna oleh Plato kalau pada akhirnya Ia harus mati di salib demi manusia. Karena sesungguhnya pada awal mulanya Allah menciptakan manusia dengan “sungguh amat baik” (Kej 1:31).


Allah bukanlah menciptakan manusia seperti yang diungkapkan oleh Plato. Berdasarkan Kejadian 2:7 yang mengatakan, ” Ketika itulah Tuhan Allah membentuk manusia itu dari debu tanah dan mengembuskan nafas hidup ke dalam hidungnya; demikianlah manusia itu menjadi makhluk hidup”, Berkhof menjelaskan bahwa tubuh dan jiwa merupakan satu kesatuan sejak Allah menciptakan manusia pertama (2006. Hal 26). Allah juga membentuk tubuh manusia dari debu tanah kemudian memberikan nafas hidup kepada manusia. Jadi Alkitab secara jelas menolak mengenai pandangan Plato yang mengatakan bahwa jiwa sudah diciptakan lebih dahulu (praeksistensi).


Refferensi
Alkitab
Berkhof, Louis. (2006). Teologi Sistematika: Doktrin Manusia. Surabaya: Penerbit Momentum.