THOUSANDS OF FREE BLOGGER TEMPLATES

Plato Vs Alkitab: Tujuan Hidup Manusia

oleh Stephany Anggraeni Tudaan dan Susanti Bundah

        Konsep pemikiran Plato yang terutama adalah mengenai ide-ide yang menjelaskan tentang form dan matter yang dipengaruhi oleh pandangan gurunya, Sokrates  mengenai definisi (Wikipedia, 2010). Perlu diketahui bahwa pemikiran Plato ini mengarah kepada rasionalisme yaitu segala sesuatu harus dapat dijelaskan secara rasio atau akal budi.
Menurutnya, form bersifat rasional sedangkan matter adalah imitasi dari form. Hal ini dapat dijelaskan dengan contoh kursi. Ide untuk membuat kursi merupakan hal yang sempurna sedangkan ketika ide mengenai kursi itu direalisasikan dalam bentuk fisik kursi maka kursi tersebut tidak lagi sempurna. Hal ini dikarenakan kursi yang telah dibuat itu pastinya tidak sama persis dengan ide. Kursi yang telah jadi itu hanyalah bersifat imitasi.
Jadi, konsep intinya ide atau form itu tidak berubah. Ide selalu sempurna. Apabila ide itu berubah maka ide itu tidak lagi sempurna. Dari hal ini, Plato akhirnya menemukan istilah mengenai perfection/kesempurnaan. Kesempurnaan ini berada pada tingkatan yang paling tinggi. kesempurnaan ini tidak berada di dunia. Hal ini berarti Plato mencapai common grace yaitu mengetahui sesuatu yang sempurna yang ada di luar sana. Padahal sebenarnya Plato tidak mengenal Tuhan. Penemuan Plato mengenai kesempurnaan akhirnya mempengaruhi filsafat barat yang mengejar kesempurnaan sehingga manusia mulai belajar untuk hidup tidak sembarangan.
Selain itu, Plato dalam filsafatnya sedikit banyak juga menjelaskan tentang manusia. Menurut Plato, manusia terbagi atas dua bagian yaitu tubuh (body) dan jiwa (spirit). Kedua bagian ini berbeda satu sama lain. Tubuh manusia itu jahat, buruk dan seringkali salah (error). Sedangkan jiwa manusia itu benar, baik, dan indah. Pemikiran Plato mengenai manusia ini dipengaruhi oleh cara berpikir orang Yunani yang membagi manusia menjadi tiga bagian yaitu rasional, emosional dan kehendak. Rasional berada di tingkatan yang paling atas, emosional di tingkatan kedua dan kehendak di tingkatan paling bawah. Mengapa rasional berada di tingkatan paling atas karena rasional mengatur emosional manusia. Dan selanjutnya emosional itulah yang mengontrol kehendak atau nafsu manusia.
Plato berpendapat bahwa jiwa terkurung di dalam tubuh yang jahat, buruk dan salah. dengan terkurungnya jiwa di dalam tubuh manusia, jiwa harus dilepaskan dari tubuh dengan cara memperoleh pengetahuan sebanyak-banyaknya tentang ide-ide. Plato menjelaskan hubungan antara jiwa dan tubuh melalui ilustrasi tentang manusia dalam gua. Misalnya ada sekelompok orang yang terkurung di dalam gua. Mereka semua selalu menghadap ke arah dinding gua. Dan di dalam gua tersebut terdapat api unggun yang terletak dekat pintu gua. Di luar gua, terdapat orang banyak yang lalu lalang. Dari api unggun tersebut mereka melihat bayangan-bayangan orang yang ada di luar tadi. Menurut mereka yang ada di dalam gua, realita sebenarnya adalah bayangan-bayangan yang mereka lihat pada dinding gua.  Pada suatu waktu, salah seorang dari mereka mencoba untuk ke luar dari gua tersebut dan ia menemukan bahwa realita dari kehidupan sebenarnya itu bukanlah apa yang selama ini mereka lihat pada dinding gua tadi melainkan ada kehidupan yang lebih indah di luar gua. Setelah itu, orang tadi kembali ke dalam gua dan berusaha menjelaskan keadaan yang sebenarnya kepada teman-temannya yang berada dalam gua. Namun orang yang di dalam gua tidak mempercayai apa yang dikatakannya lalu membunuh orang tersebut.
Dari ilustrasi ini terlihat bahwa sangat sulit untuk melepaskan jiwa dari penjara tubuh.  Manusia perlu untuk terus mencari pengetahuan sebanyak-banyaknya untuk mencapai apa yang paling baik yang mendekati titik kesempurnaan karena kesempurnaan tidak ada di dalam dunia. Adapun tujuan hidup menurut Plato adalah untuk mencapai kesenangan hidup (Sasongko, T. D, 2010). Kesenangan yang dimaksudkan disini adalah bagaimana manusia memperoleh pengetahuan, bukan pada pengertian biasanya yang hanya mementingkan keinginanan untuk memuaskan hawa nafsu duniawi.


Kritik Alkitabiah terhadap Pemikirann Plato
Dilihat dari sudut pandang Alkitabiah, tujuan hidup manusia adalah untuk memuliakan nama Tuhan (to glorify God). Hal ini berbeda dengan pendapat Plato yang mengatakan bahwa tujuan hidup manusia adalah untuk mencapai kesenangan dalam hidup meskipun arti kesenangan disini bukan dalam arti yang buruk. Bila kita meneliti lebih dalam lagi mengenai filsafat Plato ini, kita menemukan bahwa pandangan Plato mengenai tubuh dan jiwa berbeda dengan pandangan Alkitab. Plato berpendapat bahwa tubuh itu jahat, buruk dan seringkali salah sedangkan jiwa itu baik, benar dan indah. Menurut dia, tubuh harus diperbaiki terus menerus agar mencapai pada kesempurnaan. Masalahnya adalah kita tidak bisa mengetahui dimana letak titik kesempurnaan itu. Dan hal ini juga bisa mempengaruhi tujuan hidup manusia, yang akhirnya hanya berorientasi mengejar kesempurnaan dalam hidup. Sedangkan menurut Alkitab, tubuh maupun jiwa manusia pada awalnya diciptakan menurut gambar dan rupa Allah dengan baik adanya (Kejadian 1:27;31). Ketika manusia jatuh di dalam dosa barulah manusia mulai rusak baik itu tubuh maupun jiwanya. Tetapi oleh karena anugerah Allah maka manusia ditebus dari dosanya sehingga tubuh dan jiwa yang rusak itu dipulihkan untuk menjadi serupa dengan Kristus yang sempurna. Jadi tujuan hidup manusia pun akan selalu didasarkan untuk terus memuliakan nama Tuhan. Karena tanpa karya dan anugerah Tuhan, manusia tidak akan bisa mencapai kesempurnaan. Pendapat Plato tentang tubuh dan jiwa juga bisa mempengaruhi pemikiran manusia bahwa karena dalam tubuh sudah terdapat kejahatan, keburukan, dan kesalahan maka manusia akan berbuat semaunya. Manusia akhirnya bertindak merusak tubuhnya sendiri tanpa menyadari bahwa tubuh adalah bait Allah yang harus dijaga kekudusannya. Hal ini seperti dituliskan dalam 1 Korintus 3:16-17 yang berbunyi: “Tidak tahukah kamu, bahwa kamu adalah bait Allah dan bahwa Roh Allah diam di dalam kamu? Jika ada orang yang membinasakan bait Allah, maka Allah akan membinasakan dia. Sebab bait Allah adalah kudus dan bait Allah itu ialah kamu”.
Oleh karena itu, kita perlu kritis ketika menemukan pemikiran dari para filsuf. Jangan sampai pemikiran filsuf tersebut akhirnya membuat iman kita kepada Kristus menjadi goyah. Sebab, tidak semua apa yang menjadi pemikiran mereka itu adalah kebenaran. Sehingga segala sesuatu harus kita uji terlebih dahulu dengan firman Tuhan yang menjadi dasar dari kebenaran.



Referensi
Sasongko, T. D.(2010). Biografi dan Filsafat Plato. Diambil tanggal 26 november 2010 dari http://thathit.wordpress.com/2010/02/16/biografi-dan-filsafat-plato/
Wikipedia. (2010). Plato. Diambil tanggal 26 november 2010 dari http://id.wikipedia.org/wiki/Plato